Bahwa kedudukan seorang nabi di
tengah umatnya tidak sama. Kedudukannya jauh lebih tinggi, Bahkan dari derajat
para malaikat sekalipun. Bukankah sampai pada titik tertentu dari langit yang
tujuh itu, malaikat Jibril pun harus berhenti dan tidak bisa meneruskan
perjalanan mi’raj? Sementara nabi Muhammad SAW sendiri saja yang boleh
meneruskan perjalanan. Ini menunjukkan bahwa derakat beliau SAW lebih tinggi
dari malaikat Jibril `alaihissalam.
Demikian juga
dengan masalah dosa. Kalau manusia umumnya bisa berdosa dan mendapat pahala,
para nabi justru sudah dijamin suci dari semua dosa . Artinya, seandainya mau,
para nabi itu mengerjakan hal-hal yang diharamkan, sudah pastiAllah tidak akan
menjatuhkan vonis dosa kepada mereka. Sebab tugas mereka hanya menyampaikan
syariah saja, baik dengan lisan maupun dengan peragaan. Namun karena para nabi
itu dijadikan qudwah hidup, maka mereka pun beriltizam pada syariat yang mereka
sampaikan.[1]
Pengecualian Syariat Buat
Pribadi Rasulullah SAW
Dalam
implementasinya, memang secara jujur harus diakui adanya sedikit detail syariah
yang berbeda antara Rasulullah SAW dengan umatnya. Namun pengecualian ini sama
sekali tidak merusak misi utamanya sebagai pembawa risalah dan juga qudwah.
Sebab di balik hal itu, pasti ada hikmah ilahiyah yang tersembunyi.
Misalnya, bila
umat Islam tidak diwajibkan melakukan shalat malam, maka Rasulllah SAW justru
diwajibkan untuk melakukannya.
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ
تَقُومُ أَدْنَى مِن ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِّنَ
الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَن لَّن تُحْصُوهُ
فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَن
سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن
فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَؤُوا مَا
تَيَسَّرَ مِنْهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ
قَرْضًا حَسَنًا وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ
اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri kurang dari dua pertiga malam, atau
seperdua malam atau sepertiganya dan segolongan dari orang-orang yang bersama
kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al-Qur’an.
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang
mudah dari Al-Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh nya di sisi Allah sebagai
balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan
kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[2]
Bila umat Islam diharamkan
berpuasa dengan cara wishal , maka Rasulullah SAW justru diperbolehkan bahkan
diperintahkan.
“Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah
SAW berpuasa wishal di bulan Ramadhan. Lalu orang-orang ikut melakukannya.
Namun beliau SAW melarangnya. Orang-orang bertanya, Mengapa Anda melakukannya?
Beliau menjawab, aku tidak seperti kalian. Sebab aku diberi makan dan diberi
minum”.
Bila
isteri-isteri umat Islam tidak diwajibkan bertabir dengan laki-laki ajnabi,
khusus buat para isteri Rasulllah SAW telah ditetapkan kewajiban bertabir.
Sehingga wajah mereka tidak boleh dilihat oleh laki-laki, sebagaimana mereka
pun tidak boleh melihat wajah laki-laki lain. Hal itu berlaku buat para isteri
nabi SAW. Kejadian itu bisa kita lihat tatkala Abdullah bin Ummi Maktuh yang
buta masuk ke rumah nabi SAW, sedang saat itu beliau sedang bersama dua
isterinya. Rasulullah SAW lalu memerintahkan mereka berhijab , meski Abdullah
bin Ummi Maktum orang yang buta matanya. Namun Rasulullah SAW menjelaskan bahwa
kedua isterinya bukan orang yang buta.
Karena itulah
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran:
“Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka ,
maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi
hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak
mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya
perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah”.
Bila wanita
yang telah ditinggal mati oleh suaminya selesai dari ‘iddah mereka boleh
dinikahi oleh orang lain, maka para janda Rasulullah SAW justru haram dinikahi
selamanya oleh siapapun. Bahkan kepada mereka disandangkan gelar ummahatul
mukminin yang artinya adalah ibu orang-orang mukmin. Haramnya menikahi janda
Rasulullah SAW sama dengan haramnya menikahi ibu sendiri.[3]
Dan masih ada beberapa lagi
kekhususan Rasulullah SAW. Salah satunya adalah kebolehan beliau untuk tidak
menceraikan isteri yang jumlahnya sudah lebih dari 4 orang. Sedangkan umat
Islam lainnya, disuruh untuk menceraikan isteri bila melebihi 4 orang.
Sebagaimana
kita ketahui di masa lalu dan bukan hanya terjadi pada bangsa Arab saja, para
laki-laki memiliki banyak isteri, hingga ada yang mencapai ratusan orang.
Barangkali hal itu terasa aneh untuk masa sekarang. Tapi percayalah bahwa gaya
hidup manusia di masa lalu memang demikian. Dan bukan hanya tradisi bangsa Arab
saja, melainkan semua bangsa. Sejarah Eropa, Cina, India, Afrika, Arab dan
nyaris semuanya, memang terbiasa memiliki isteri banyak hingga puluhan. Bahkan
para raja di Jawa pun punya belasan selir.
Lalu datanglah
syariat Islam yang dengan bijaksana memberikan batasan hingga maksimal 4 orang
saja. Kalau terlanjur sudah punya isteri lebih dari empat, harus diceraikan
suka atau tidak suka. Kalau kita melihat dari sudut pandang para isteri, justru
kita seharusnya merasa kasihan, karena harus diceraikan.
Karena itulah
khusus bagi Rasulullah SAW, Allah SWT tidak memerintahkannya untuk menceraikan
para isterinya. Tidak ada pembatasan maksimal hanya 4 orang saja. Justru
pengecualian itu merupakan bentuk kasih sayang Nabi SAWkepada mereka, bukan
sebaliknya seperti yang dituduhkan oleh para orintelis yang hatinya hitam itu.
Mereka selama ini menuduh Rasulullah SAW sebagai orang yang haus perempuan,
nauzu bilahi min zalik.
Dalam
sejarah hidup nabi Muhammad, nabi baru melakukan poligami setelah istri pertama
beliau yaitu Khadijah wafat. Selama Khadijah hidup nabi selalu setia
menemaninya. Kematian Khadijah merupakan pukulan berat bagi perjuangan dakwah
nabi. Setelah kematian Khadijah barulah nabi Muhammad melakukan poligami dengan
berbagai alasan dari politik sampai ekonomi yang intinya melakukan perlindungan
bagi sang istri juga kerabatnya.
Yang
menjadi pertanyaan adalah mengapa jumlah istri yang dipoligami nabi lebih dari
4 (total sekitar 11)?. Padahal dalam surat An-Nisa 4 :3 dikatakan maksimal 4.
Inilah yang kadang menjadi senjata orang non muslim untuk mengolok-olok nabi
Muhammad. Untuk meluruskan persepsi ini alangkah baiknya jika kita melihat lagi
ayat An-Nisa 4 : tersebut dibawah ini:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (QS An-Nisa 4 :3).[4]
[1]
http://sabdaislam.wordpress.com/2009/11/29/110-menjawab-alasan-rasulullah-beristri-lebih-dari-4-orang/
[2]
Lihat
kitab Sunan Nasa’ie , larangan menikah lebih dari 4 dalam www.
Lidwa.com, diakses pada tanggal 3 Februari 2011
[3]
http://blog.klikislam.com/tag/nikah/page/3
[4]
Ibid.
Gambling 101: Casinofib - Reviews, Ratings & More 우리카지노 마틴 우리카지노 마틴 dafabet dafabet 711Voodoo Jewels & Spades - Casinjapan.com
BalasHapus